Beberapa pekan lalu, jemari saya menari-nari di atas ponsel. Naik turun. Kurang lebih, begitu tariannya. Tarian jariku, mengikuti arah cerita yang saya baca di Grup Komunitas Penulis Inovatif dan Terampil (KAPITAL). Mataku menangkap beberapa kesalahan dari sekian cerita yang ada.
Kesalahan-kesalahan itu yang akan menjadi esensi tulisan ini. Saya merangkumnya dalam 6 Kesalahan Umum Penulisan Cerita Teman-teman KAPITAL. Saya harap, teman-teman KAPITAL yang sempat membuka dokumen ini, untuk menyiapkan sedikit cemilan dan minuman---paling tidak air putih. Tulisannya akan sedikit panjang.
Sebelumnya, saya juga minta maaf pada teman-teman yang sudah menyempatkan diri untuk datang di pekan lalu, tetapi saya tidak menjelaskan keseluruhan materi yang sudah saya janjikan karena keterbatasan waktu. Maka dari itu, di dokumen ini, saya akan mencoba memberi sedikit pengantar---setidaknya, serinci mungkin. Let’s see.
1. Ibu dan Anak Kalimat
Bukan hanya makhluk hidup, kalimat juga punya anak dan ibu. Jangan tanyakan bagaimana perkembangbiakan kalimat-kalimat itu---hahaha. Ini hanya istilah yang disepakati bersama untuk memudahkan pengelompokkan atau klasifikasi. Kita mulai dari ibu kalimat.
Ibu kalimat merupakan klausa yang sudah bermakna, meskipun tanpa terikat atau bergabung dengan klausa lain. Ibu kalimat bisa berdiri sendiri. Selain itu, ibu kalimat tidak didahului oleh konjungsi. Pengecualian terhadap konjungsi jenis antar kalimat dan antar paragraf.
Contoh: Subhan berbohong, ketika berbicara di depan mahasiswa baru. (Subhan berbohong menjadi induk kalimat). Kalimat Subhan berbohong bisa berdiri sendiri. Walau di kalimat Subhan berbohong dibubuhkan tanda titik, itu tidak akan menjadi masalah. Tetap akan menjadi kalimat utuh yang maknanya jelas.
Anak kalimat adalah kalimat tunggal yang menduduki jabatan dalam pola kalimat lain. Mudahnya, kalau saya, ibu kalimat itu bisa berdiri sendiri, kalau anak, sebaliknya.
Contoh: Saat bertemu dengan mahasiswa baru, Subhan memasang muka sangar. (Saat bertemu dengan mahasiswa baru menjadi anak kalimat). Kalimat Saat bertemu dengan mahasiswa baru tidak bisa berdiri sendiri. Kalau dibubuhi tanda titik, kalimat itu menjadi tidak punya arti--cenderung bikin pembaca bertanya, tidak paham. Nah, itulah anak kalimat.
https://blog.typoonline.com/anak-kalimat-dan-induk-kalimat-dalam-menulis/
2. Penulisan Dialog Tag dan Dialog Aksi
Kalau tadi kita berbicara hubungan ibu dan anak, di pembahasan dialog ini, mungkin kita akan berbicara tentang ikatan persaudaraan. Dialog tag yang bersaudara dengan dialog aksi. Bisa juga sebaliknya. Beruntung, mereka bukan saudara kembar. Kamu dapat dengan mudah mengenali mereka berdua.
Selayaknya dialog yang salah satu fungsinya untuk mengungkapkan karakter di sebuah tulisan, dialog tag dan aksi juga punya fungsi yang sama. Beda cara penggunaan saja. Kita mulai dari dialog tag terlebih dahulu.
Dialog tag adalah frasa yang berada setelah dialog untuk menginformasikan identitas si pengucap dialog itu sendiri. Dialog tag berfungsi untuk menunjukkan ke pembaca bahwa karakter tokoh siapa yang sedang berbicara. Makanya dalam penulisan dialog tag, menggunakan koma bukan titik. Dikarenakan dialog ini memuat informasi, siapa yang bicara.
Contoh: “Aku ingin berak. Kalau ditahan satu menit lagi, bisa berhamburan semua kotoran di celanaku,” ucap Subhan.
Frasa dalam dialog tag, bukan hanya ucap saja. Ada banyak. Mungkin saya akan tulis beberapa yang paling umum. Misalnya:
- Frasa dialog tag netral: kata, ucap, ujar, tutur, dll
- Frasa dialog tag netral sebagai respon: balas, jawab, sahut, terang, dll
- Frasa dialog tag memuat emosi: caci, cerca, sindir, dll
- Frasa dialog tag memuat nada emosi tinggi: jerit, teriak, seru, raung, dll
- Frasa dialog tag nada emosi rendah: liring, bisik, guman, dll
Dialog aksi adalah dialog yang tidak diikuti frasa yang menginformasikan identitas. Melainkan dialog yang diikuti dari si pengucap. Dalam hal ini, setelah dialog, terdapat kata-kata yang berupa aksi pada sebuah percakapan.
Penulisan dialognya, tidak menggunakan koma. Melainkan pemberhentian tanda baca yang lain, misal tanda seru, tanya, dan yang paling umum adalah titik. Dialog ini, tidak memuat informasi tambahan. Seperti siapa yang berbicara secara pasti. Makanya penulisannya pakai titik. Dialognya bisa berdiri sendiri.
Contoh: “Bakar wanita jalang itu!” Hampir delapan orang yang berteriak. Semua raut wajah terlihat sangat marah.
Sebagai kesimpulan dari saya, sebenarnya bentukan dialog itu, sama saja. Diapit oleh tanda petik dua. Pembedanya---antara dialog tag dan dialog aksi itu---ada setelah dialog itu selesai ditulis.
Kalau setelah dialog, ada penulisan yang memuat informasi siapa yang berbicara---ditandai dengan frasa dialog tag seperti contoh di atas---maka itu adalah dialog tag. Kalau disertai deskripsi aksi, berarti dialog aksi. Tinggal bedakan di koma atau titik penulisan dialognya saja, kalau kamu sudah tahu, dialog yang kamu tulis itu, dialog tag atau aksi.
Referensi: https://www.literamediatama.com/perbedaan-dialog-tag-dan-dialog-aksi/
3. Penggunaan Kata Depan
Untuk materi ini, mungkin saya akan tulis langsung pakai contoh dan tak perlu banyak cingcong. Sebenarnya, saya introvert. Beruntung, ini hanya tulisan. Kalau diminta menjelaskannya secara oral sampai sejauh ini, mungkin saya sudah ketiduran. Bensin habis atau lebih dikenal dengan sebutan low batt.
Kata depan---maksudnya kata yang berada di depan kata benda, nama, waktu, dan lokasi---seperti di, ke dan dari (kata depan tunggal) ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Kalau yang disambung, itu merujuk ke kata imbuhan atau prefiks.
Sederhanya:
- di, ke, dari+benda, nama, waktu, dan lokasi, ditulis pisah.
- di, ke+imbuhan ditulis sambung.
Contoh: Di mana dia sekarang? (kata mana merujuk pada lokasi. Jadi, diapain adik-adik? Betul! Diceraikan atau dipisah).
Sebuah kain disimpan dalam lemari (simpan adalah kata dasar yang tidak merujuk pada benda, nama, waktu, lokasi. Jadi diapain adik-adik? Yap, betul! Dinikaihi atau disambung).
Referensi: https://www.gramedia.com/literasi/cara-menulis-kata-di/
4. Logika Tulisan Fiksi
Walaupun karya fiksi tujuannya memang untuk menyasar emosi para pembaca, tetapi logika yang bisa dibuktikan secara ilmiah, harus ditulis dengan benar.
Contoh: Dengan tangan kiri membawa box jalangkote dan tangan kiri membawa tas berisikan air mineral ..,
Bagaimana bisa satu tangan membawa box dan tas berisikan air mineral sekaligus? Bukannya itu terlalu banyak? Kenapa tidak menggunakan tangan satunya lagi? Kalau buntung, mungkin saja.
Kadang kita sebagai penulis, memang harus memperhatikan bagian-bagian kecil dari tulisan yang kita tulis. Zaman semakin maju. Pembaca semakin pintar. Banyak yang membaca, sudah mulai pakai logika. Tahun 2019 ke bawah, cerita tentang CEO umur 11 tahun kaya raya, ketemu cewek, begitu digandrungi.
Contoh lain cerita tentang psikopet anak sekolahan yang sering membunuh tanpa sekali pun ketahuan. Sangat marak. Sekarang? Apakah masih eksis? Saya rasa, sudah tidak. Termakan zaman karena pembaca yang sudah mulai cerdas atau bahkan mulai bosan (?)
Itu baru di bagian yang kecil-kecil saja. Kita belum membahas tentang plot hole. Mungkin di lain waktu.
5. Elipsis
Ada yang asing dengan tanda baca ini? Jangan sampai kamu baru dengar ada tanda baca yang namanya elipsis. Kalau dibilang baru dengar atau baru lihat, sebenarnya kamu sudah lihat tanda baca ini dari dulu. Pernah lihat baliho caleg (calon legislatif)? Bisanya, di baliho caleg itu, tanda baca ini, sering dipakai di-tagline yang calon itu buat.
Contoh: LANJUTKAN….!!!
Jangan pakai tanda elipsis seperti pada contoh karena itu kurang tepat. Bisa saja dipakai kalau kebutuhannya untuk sebuah promosi. Kalau pada tata penggunaan tanda baca untuk tulisan karya sastra, tidak boleh, ya!
Tanda elipsis (…) dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau kutipan ada bagian yang dihilangkan.
Contoh: Penyebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
Contoh lain: Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa bahasa negara ialah ….
Note:
- Penulisan tanda elipsis didahului dan diikuti dengan spasi.
- Tanda elipsis pada akhir kalimat diikuti oleh tanda titik (berarti titiknya berjumlah empat buah).
Tanda elipsis dipakai untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam dialog.
Contoh: “Menurut saya … seperti … bagaimana, Bu?”
Sumber: PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia)
6. Sudut Pandang
Umumnya, sudut pandang dalam cerita ada tiga. Sudut pandang orang pertama, kedua, dan ketiga. Kemajuan sastra di dunia, membuat banyak penulis besar dunia sengaja atau tanpa sengaja, menghasilkan sudut pandang yang baru dalam sebuah penulisan cerita.
Namanya, sudut pandang campuran. Saya tidak akan membahas tentang sudut pandang orang pertama, kedua, dan ketiga. Itu sudah terlalu umum. Bisa teman-teman search sendiri dan saya rasa, teman-teman bahkan bisa mendefinisikan sendiri tiga sudut pandang tersebut.
Saya ingin membahas sudut pandang yang keempat. Sudut pandang campuran. Sederhananya, sudut pandang campuran adalah sudut pandang yang menggabungkan dua sudut pandang sekaligus. Kita bisa mennggabungkan antara sudut pandang orang pertama dan kedua sekaligus dalam satu cerita.
Bolehkah seperti itu? Tentu boleh. Hanya, ada hanyanya, nih. Penulisannya, tidak sesederhana yang kita pikir.
Kalau dalam satu cerita, di awal cerita kita menggunakan sudut pandang orang pertama, kemudian di tengah cerita, kita ganti pakai sudut pandang orang ketiga, itu akan membingungkan pembaca.
Salah? Tidak juga, tapi kamu harus bersiap membingungkan para pembaca ceritamu.
Apa lagi, dalam sebuah cerita, di tengah-tengah cerita, langsung menuliskan POV ADIT, POV LUNA, POV BU GURU, POV TUKANG KEBUN, eksekusinya sudah salah, terlalu banyak POV juga membingungkan pembaca. Sudut pandang campuran ini, seperti pisau bermata dua. Bisa menjadi sangat bagus kalau eksekusinya bagus dan begitu juga sebaliknya.
Saya tidak melarang menggunakan sudut pandang campuran. Namun, sebagai penulis yang masih meraba-raba (termasuk saya) ada baiknya fokus pada penguasaan tiga sudut pandang yang paling umum saja dulu. Jangan maruk. Kalau sudah ada tulisanmu yang best seller, mungkin kamu bisa bereksperimen dengan banyak sudut pandang karena jam terbangmu sudah banyak.
Saya merekomendasikan artikel ini untuk pembahasan sudut pandang campuran: https://www.writersandartists.co.uk/advice/advantages-and-disadvantages-multiple-points-view
Itu saja cuap-cuap hari ini. Kalau kamu membaca bagian ini, artinya kamu sudah membaca 1476 kata---ini menurut penghitung kata Word di laptop saya. Terima kasih sudah mau membaca sampai selesai. Semoga ada manfaatnya. Saya tulis ini, di sela-sela aktivitas malam saya---pukul 02.56 WITA. Kantuk dan kopi susu milikku, titip salam.
Ahmad Suparman---Seorang pemuda dengan cita-citanya untuk menjadi penulis yang menenangkan di hati para pembacanya.







Posting Komentar
Posting Komentar